My Merantau Life

          Hallo, hari ini Nindina mau nyeritain hal yang sedikit privacy sebenernya, Cuma menurutku bakal banyak hikmah yang bisa kalian ambil (dengan perspektif masing-masing), so readers, this is it ….

          Berawal dari tatap ……

          Bukan. Berawal dari diterimanya aku di Institut Manajemen Telkom pada awal 2013 (kalo ga salah) dengan biaya yang yaaa, menurutku sangat fantastis (bisa email ya kalo penasaran). Aku berusaha masuk universitas lain dengan kerja keras les disini disitu ikut ini ikut itu, tapi yang namanya rejeki ya, ya dapetnya di Bandung juga.
          Kalau kalian kenal aku dari SMA, atau bahkan sebelum itu, pasti tau ya aku manja ga karu-karuan. Aku nggak kayak yang lain, daya tahan tubuhku jelek banget, gampang sakit. Ibuku yang paling down ketika tau aku harus ke Bandung. Nangis keras banget. Nangisnya udah kayak mendem perasaan bertahun-tahun. Fotoku di kamar di fotoin pake hp, dijadiin wallpaper, ah pokonya trenyuhh. I miss her already.


TAHUN PERTAMA (ASRAMA PUTRI TELKOM UNIVERSITY)


          Tahun pertama mengharuskanku tinggal di asrama. Satu kamar dengan 4 orang yang berbeda daerah. Oh iya, jadi Telkom ini konsepnya kayak STAN/STIS/IPDN kalau kalian mau bayangin. Jadi orang Bandung asli disini tidak mendominasi. Kebanyakan orang Jawa. Awalnya aku sekamar dengan orang Jakarta dan Medan. Lalu aku pindah kamar karena kamar awal ada di lantai 4 jadi aku pindah ke lantai 2. Aku sekamar dengan orang Jakarta, Medan, dan Cilacap. Retno, myroommate. I miss her so much.
          Uang bulananku waktu itu 1.250.000. Percaya nggak percaya. Kalau dihitung-hitung Cuma cukup buat makan. Aku shock pertama kali tau kalau uang bulananku hanya segitu. Normalnya, mahasiswa uang sakunya 2.000.000 disini. Aku harus mampu bertahan hidup.
fotonya Risqa Puspita

fotonya Risqa Puspita

          Aku sering mengikuti seminar atau acara-acara gratis di kampus dan dapet snack. Snack nya aku bawa pulang. Saking hematnya, aku makan sama nasi + snack. Jangan terharu ya. Aku punya sakit maag, that’s why aku harus makan teratur, 3 kali sehari. Biaya makan disini rata-rata (tahun 2013) itu 12.000 per porsi, kalau 3 kali udah 36.000 (sebulan udah 1 jutaan).
          Makan sama nasi + bakwan pernah, sama nasi + gehu (tahu susur) pernah. Makan sama nasi doang? Jangan tanya, sering.
          Budaya mahasiswa di fakultasku sangat hedon (menurutku). Gaya hidup mereka jauh dari gaya hidupku. Baju yang wow, make up yang cetar, sepatu yang berkilau, pokonya gaya orang tajir semua. Aku paling polos. Dengan uangku yang segitu, it is impossible to me buat beli baju atau make up, gaakan cukup. Aku butuh uang cadangan, kalau semisal aku harus pulang mendadak atau sakit mendadak.
          Keterbatasan itulah yang justru membuatku semangat. Yang aku pikirin gini : Oke aku bukan anak orang tajir, baju aja aku Cuma punya ini dan itu, makan aja harus ngirit, aku harus unggul dalam hal lain.
          Aku semangat belajar, hingga akhirnya keberadaanku cukup diperhitungkan. Masa-masa menjelang UAS/UTS menjadi hari sibuk buatku. Aku bersama teman temanku yang lain belajar bersama, sharing, tutorial. Pernah aku sampai jam 4 pagi karena temenku bener-bener nggak bisa belajar sendirian. I miss that moment. (aku tutorial kayak gitu tanpa income)

TAHUN KEDUA (KOS PAK GE)
          Tahun kedua, atau semester 3 dan 4 aku sudah tidak diwajibkan tinggal di asrama. Aku kos. Sebenarnya aku ingin menjadi senior residence (SR) yaitu mahasiswa semester 3 yang boleh tinggal di asrama karena alasan tertentu. Karena aku tidak dapat memenuhi persyaratan untuk menjadi seorang SR, maka aku harus kos. Dengan menjadi SR, aku akan dibebaskan dari uang asrama, sedangkan kos disini biayanya 5-15 juta per tahun.
          Karena masih maba, aku dan teman-teman mencari kos disekitar kampus. bertemulah kami dengan ibu penjaga warung yang ternyata adalah seorang calo. Dia mengantarkan kami pada kos yang murah dia tidak meminta uang ke kami, tapi minta uang ke pemilik kos yaitu pak gendut.
Biaya kosku waktu itu 5,5 juta pertahun (ukuran 3x3, kamar mandi dalam,sudah listrik, belum internet). Kosku itu terletak di gang sempit yang motor tidak bisa berpapasan. Tempatnya tidak terjangkau cahaya matahari, sangat lembab dan tidak ada sinyal seluler maupun internet. Kami harus memasang internet sendiri ke internet provider yang ada di deket kampus. sebulan, spending buat internet bisa 300 ribu (karena aku streaming terus soalnya disana gaada TV, ngerjain tugas juga butuh internet).
          Kamarku super lembab. Dinding yang awalnya berwarna hijau menjadi abu abu penuh jamur sehingga harus aku tutup dengan Koran. Seperti di pengungsian. Cacing, lintah, kecoa, tikus, dan hewan-hewan menggelikan lainnya seakan jadi teman hidupku di sana. Pernah suatu ketika ketika sedang tidur aku bangun untuk minum. Ketika minum, aku bau sesuatu seperti eek kecoa. Ah mungkin perasaanku aja. Aku minum lagi, kok baunya makin menyengat. Ternyata di gelasku ada eek kecoa. Can you imagine that? Itu in the middle of the nite.



          Penderitaanku bukan hanya sampai disitu. Pada akhir semester 3, aku terkena demam berdarah karena kondisi kos yang ada di lingkungan kumuh dan kamar yang lembab. Kejadian itu saat aku sedang UAS, so aku harus ikut ujian susulan (sehari 5 matakuliah dengan 6 kali ujian).
          Di kos ini juga aku pernah kehabisan uang. Aku memiliki uang 30 ribu sedangkan jadwalku dikirimin uang masih 4-5 hari lagi. Tapi Alhamdulillah, Allah mengijinkanku untuk terus hidup.
Aku berhasil menyelesaikan tantangan hidup di kos pak ge sampai selesai semester 4.


TAHUN KETIGA (KOS PAK KA)
          Semester 5 hingga sekarang aku di kos pak ka. Alhamdulillah orangtuaku punya rejeki yang cukup untuk membayar sewa di kamar ini. Aku merasa sangat beruntung bisa mendapatkan kos ini. Kamar ini harusnya dihuni 2 orang karena semua furniturenya dobel. Kasur 2, meja 2, lemari 2. Ukuran kamar 5,5m x 3,5 m (kalo ga salah). Kamar mandi dalam. Sudah ada internet. Ada dapur, kompor, kulkas, panci, ada tempat jemur baju, listrik bayar sendiri. Harga kosnya 8,5 juta (belum listrik).



          Di tahun ketiga ini kehidupanku mulai stabil. Aku mulai bisa mengelola keuanganku. Aku banyak mendapatkan income dari hasil ngajar mahasiswa, jualan, hadiah nulis, dan kegiatan lain. Setidaknya pola makanku mulai teratur. Aku tidak lagi makan mie instan seminggu hingga 4 kali.
          Pertengahan Januari ini aku lulus. Dengan IPK yang Alhamdulillah lumayan tinggi, tes toefl yang hasilnya Alhamdulillah lumayan besar, dan sertifikat international conference yang sudah aku kantongi. Ketiga hal itulah yang diperlukan untuk bisa cumlaude di FEB Telkom University, dan Alhamdulillah 3,5 tahun bisa aku selesaikan dengar gelar dunia itu. (gelar ga penting, yang penting ilmunya, tapi gelar jadi penting ketika itu bisa bikin senyum ibuku jadi senyum termanis sedunia akhirat :’))

Estimasi biaya hidup di lingkungan Telkom University 2017 (Januari 2017)
No
Kebutuhan
Harga (perbulan)
1
Makan (per porsi rata-rata 15.000) 



Pengen tau? Chat aja ke Line dengan ID nindinatyas
2
Pulsa (seluler dan internet)
3
Laundry
4
Belanja bulanan (sabun mandi, pasta gigi, dll)
5
Bensin (motor)
6
Gallon (aqua)
7
Print foto kopi

 Total

          Itu untuk kebutuhan cewek yang punya sakit maag (belum make up, beli jilbab, beli baju, beli daleman, beli krim muka beli jajanan (seblak, lumpia basah, jus), belum jalan-jalan ke mal, belum tiket mudik pp, belum beli kado temen yang ulang tahun, belum servis motor, belum kalo mendadak sakit).
          Uang bulananku terakhir hanya 1 juta rupiah. Alhamdulillah Allah cukupkan. Aku bawa beras dan lain-lain dari rumah ketika mudik, jadi setidaknya bisa sedikit mengurangi beban.
          
          Hidup merantau memang berat. Aku sering menangis tanpa alasan, merasa hal ini terlalu berat untuk aku jalani. Aku sering sedih ketika dapet kabar keluarga sakit, atau ada yang meninggal. Aku sering kesepian karena disini tidak ada saudara dan teman-temanku sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Tapi ini jalan Allah. Aku jadi lebih kuat setelah dihantam berbagai badai di tanah rantau, aku jadi sadar betapa iman itu penting. Aku jadi orang yang lebih sabar dan lebih hati-hati dalam menjalani atau memutuskan sesuatu. Allah tau aku kuat, that’s why Allah kasih jalan ini untukku.

Jalani-Syukuri-Pasrahkan

       Itu yang selalu aku pegang. Seberat apapun masalah atau jalan yang harus aku tempuh, hal pertama yang aku sadari adalah bahwa itu keputusan Allah. Allah tau aku kuat, jadi aku tinggal ngejalanin aja, kalau udah dijalanin ya disyukuri, terus pasrahkan semuanya ke Allah.
kalau udah liat foto ini serasa seluruh air mata selama 3,5 tahun merantau berubah jadi air mata bahagia, bahkan kalo dianimasiin mungkin jadi mutiara wkwkwk. Alhamdulillah




CONVERSATION

1 komentar:

  1. Keren, Allah mengatur hidup kita dengan penuh warna dan cerita.
    Biar gak monotone hehehee

    Yang oenting kita senantiasa ikhlas, sabar, dan bersyujur, semua tinggal di jalani aja.

    BalasHapus

Back
to top